Selasa, 12 Juli 2022

ASAL USUL CANDI PRAMBANAN

ASAL USUL CANDI PARAMBANAN




Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan, amat sedih atas kematian ayahnya. Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging telah membunuh ayahnya dan mengambil alih kekuasaan. Ia lalu mengajak Bi Sumi, pengasuhnya, untuk meninggalkan istana. Ia ingin melupakan semua kenangan di istana itu. Saat keduanya keluar dari pintu gerbang utama, sekelompok pasukan mencegat mereka. “Mau ke mana kalian? Kami diperintahkan untuk menjaga Putri Roro Jonggrang.”

“Maaf Tuan, kami hendak pergi dari istana ini,” jawab Roro Jonggrang. Tiba-tiba terdengar suara besar berwibawa, “Roro Jonggrang… kau tak boleh pergi dari sini.” Rupanya itu suara Bandung Bondowoso. Roro Jonggrang dan Bi Sumi gemetar, takut Bandung Bondowoso akan membunuh mereka.

Ternyata Bandung Bondowoso meminta Roro Jonggrang untuk menjadi istrinya. Roro Jonggrang merasa kaget dan tak sudi menjadi istri pembunuh. Namun Roro Jonggrang sadar, ia tak boleh gegabah. Tiba-tiba terlintas ide di benaknya. “Hamba bersedia menjadi istri Tuan, tetapi tentu saja ada syaratnya. Anggap saja ini permintaan mas kawin dari hamba,” katanya.

Bandung Bondowoso menjawab dengan angkuh “Apa pun yang kau minta, pasti akan kuberikan,” jawabnya. Roro Jonggrang menjawab “Jika begitu, buatkan hamba seribu candi Tuan.”

“Seribu candi? Tak masalah, demi dirimu, akan kubuatkan segera,” jawab Bandung Bondowoso. “Namun candi itu harus selesai dalam waktu semalam saja.” kata Roro Jonggrang lagi.

“Hmm… rupanya wanita ini ingin mengerjaiku. Dia belum tahu siapa aku,” kata Bandung Bondowoso dalam hati. Tak mau kehilangan wibawanya, Bandung Bondowoso pun mengiyakan permintaan Roro Jonggrang.

“Aku akan meminta tolong pada pasukan jin. Seribu candi dalam semalam bukan hal yang sulit bagi mereka.” pikirnya. Ya, Bandung Bondowoso memang berteman dengan pasukan jin. Malamnya, ia mulai melakukan ritual untuk memanggil jin. Sambil mengangkat kedua tangannya, ia berteriak “Pasukan Jin… datanglah! Aku perlu bantuan kalian!”.

“Apa yang harus kami lakukan, Tuan?” tanya pemimpin jin. “Buatkan aku seribu candi dan selesaikan semuanya malam ini juga” perintah Bandung Bondowoso.

“Siap Tuanku!” jawab mereka. Para jin mulai bekerja. Benar saja, dalam waktu yang sangat singkat, bangunan candi sudah mulai tampak tersusun. Bandung Bondowoso menepuk dada. “Kau tak bisa lari kemana-mana Roro Jonggrang.” katanya dalam hati.

Diam-diam, Roro Jonggrang mengintip dari kamarnya. Ia tak menyangka bahwa Bandung Bondowoso dibantu oleh pasukan jin.

“Gawat, seribu candi itu akan segera selesai. Aku harus segera melakukan sesuatu. Aku tak sudi menikah dengannya.” Roro Jonggrang membangunkan Bi Sumi yang terlelap. “Bangun Bi, aku butuh bantuan Bi Sumi” bisik Roro Jonggrang sambil menggoyang-goyangkan badan Bi Sumi. “Bi, apa yang harus kita lakukan? Coba lihat ke arah sana. Bandung Bondowoso memanggil pasukan jin untuk membantunya,” tanya Roro Jonggrang bingung. Bi Sumi memandang keluar kamar. Ia mengucek-ucek matanya seolah tak percaya, “Candi itu sudah hampir selesai… gawat,” teriaknya panik.

Bi Sumi keluar kamar. Ia membangunkan semua dayang dan pengawal istana.”Apa yang akan kita lakukan Bi?” tanya mereka bingung. Bi Sumi menjelaskan, “Jin itu takut pada sinar Matahari. Jika Matahari terbit, mereka akan lari, jadi candi-candi itu tak akan selesai.”

“Tapi itu tak mungkin Bi… sekarang kan masih tengah malam. Bagaimana bisa ada sinar Matahari?” sahut Roro Jonggrang tak mengerti. “Ssttt… kau diam saja. Ayo semuanya, ikuti aku.” kata Bi Sumi. Mereka lalu mengendap-endap ke sebelah timur istana. Bi Sumi memerintahkan para dayang dan pengawal istana untuk mengumpulkan setumpuk jerami, termasuk Roro Jonggrang. Setelah itu, Bi Sumi mengambil obor dan membakar semua jerami itu. Bi Sumi juga memerintahkan para dayang untuk menumbuk lesung. “Dung… dung…. dung….” suara lesung ditumbuk pun bertalu-talu.

Api semakin besar, semburatnya membuat langit tampak merah. Diiringi dengan suara lesung yang ditumbuk, suasananya mirip suasana di pagi hari. Ayam jago pun tertipu oleh keadaan itu dan berkokok keras-keras. “Kukuruyukk…. kukuruyukkk….”

Pasukan jin bingung. Mereka menengok ke langit. “Wah, Matahari sudah terbit. Ayo cepat pergi,” teriak pemimpinnya. Mereka kemudian lari berhamburan. Bandung Bondowoso tak memusingkan hal itu, karena ia melihat candi-candi itu sudah berdiri dengan megah. “Roro Jonggrang pasti akan terpana melihat candi-candi ini” katanya sambil tersenyum puas.

“Lihat, candi yang kau minta sudah berdiri.” kata Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang. roro Jonggrang menjawab “Hamba harus menghitung jumlah candi ini. Betulkah semuanya berjumlah 1.000 buah?”

“Silakan,” jawab Bandung Bondowoso. “997, 998, 999, dan… jumlahnya kurang satu!” pekik Roro Jonggrang. “Tuan gagal memenuhi syarat yang hamba ajukan”.

“Tak mungkin! Aku melihat sendiri para jin membangun candi ini. Atau… jangan-jangan…?” Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang dengan tajam. “Apa yang kau lakukan?” Roro Jonggrang ketakutan dan mundur selangkah. “Tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan aku. Jika aku menginginkan seribu candi, maka aku akan mendapatkan seribu candi!” teriak Bandung Bondowoso marah. “Ampun Tuanku… tapi hamba tidak salah. Jumlahnya memang kurang satu,” jawab Roro Jonggrang. Bandung Bondowoso menyeringai “Jika demikian, kau saja yang melengkapinya. Jadilah kau candi yang keseribu!”

Bandung Bondowoso memang sakti. Dalam sekejap, tubuh Roro Jong grang berubah menjadi patung batu. Patung batu itu melengkapi jumlah candi menjadi seribu buah. Keinginan Bandung Bondowoso untuk membuat seribu candi pun terpenuhi. Namun keinginannya untuk memperistri Roro Jonggrang sirna sudah. Ia tak mungkin memperistri patung.

Sampai sekarang, candi-candi tersebut masih berdiri dengan megah dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah. Orang sering menyebutnya dengan Candi Sewu.

Sedangkan patung Roro Jonggrang sendiri sering disebut dengan Arca Durga.